TEMPO.CO, Jakarta - Tim Reformasi Tata Kelola Sektor Minyak dan Gas Bumi mengungkapkan tiga masalah pokok dalam tata kelola minyak dan gas bumi di PT Pertamina. Yakni penentuan harga pokok penjualan bahan bakar minyak bersubsidi, peran Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sebagai importir minyak nasional, serta inefisiensi kilang milik Pertamina.
"Tiga masalah ini menjadi prioritas kami," kata anggota Tim Reformasi, Fahmi Radhi, kepada Tempo, Selasa, 9 Desember 2014. (Baca: 3 Modus Baru Mafia Migas Versi Faisal Basri.)
Menurut Fahmi, mekanisme dan formula penentuan harga pokok penjualan BBM bersubsidi Pertamina selama ini rumit dan tak pernah terbuka. Sebab, ada beberapa variabel perhitungan yang hanya didasarkan pada asumsi. Kerumitan perhitungan ini membuat formula baku penentuan harga pokok BBM bersubsidi tak pernah diketahui publik.
Akibatnya, ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan, selalu ada resistensi dari masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat. "Kami ingin ada formula yang lebih sederhana, mudah dimengerti, dan akan kami publikasikan.” (Baca: Cara Faisal Basri Berantas Mafia Migas)
Ihwal Petral, Fahmi mengungkapkan ada indikasi harga minyak impor yang dibeli Petral lebih mahal daripada harga pasar. Penyebabnya, Petral tak membeli minyak dari national oil company, melainkan pedagang lain. Padahal, logikanya, setiap pembelian melalui perusahaan trader pasti akan dibebani fee yang membuat harga menjadi lebih mahal.